Kediktatoran Yang Bertopeng Demokrasi - Andi Astina

Hari ini sudah jenuh sekali mendengarkan, membaca, dan melihat berita tentang hak demokrasi rakyat yang di rampas oleh anggota DPRD katanya. sadarkah tentang kepentingan Bertopeng Demokrasi dan bersembunyi dibaliknya?. Ya, memang secara teknis demokrasi tidak ada artinya kalau pemilihan atau PILKADA ditentukan oleh DPRD.

Saya sebelumnya belum pernah menulis blog ataupun artikel lainnya tentang politik, namun kali ini mungkun karena sudah tidak bisa lagi menahan agar menulis topik ini maka saya meluapkannya disini.

Suatu hari pada PILPRES 2014 saya sempat melihat iklan salahsatu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada media televisi yang pada intinya mereka siap untuk memimpin secara jujur, namun siapkah masyarakat untuk menjadi warga yang jujur?. Masalahnya memang pada kejujuran, dan bukan kejujuran siapapun selain kejujuran yang dimulai dari diri sendiri.

Pada saat dilaksanakan rapat paripurna di senayan, Partai Demokrat mengajukan pemilihan secara langsung oleh masyarakat dengan beberapa syarat yang tepatnya 10 syarat perbaikan. Namun apa yang diperjuangkannya percuma mereka sendiri malah melakukan aksi Walk Out.

Dengan melakukan aksi walkout ini sudah terlihat apakah mereka benar kecewa apa lebih mementingkan kepentingan politik mereka dibanding dengan bertahan di Senayan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Padahal jika Partai Demokrat tetap di senayan dan tidak melakukan aksi walkout, maka suara mereka bisa menambah suara yang pada saat itu dan memenangkan PILKADA langsung oleh Masyarakat.

Kita ambil contoh logika seperti berikut.

KASUS 1

Suatu hari anda berdiri di depan rel kereta api yang dimana anda akan menyaksikankereta api A akan tabrakan dengan kereta api B. Kereta api A mempunyai penumpang sebanyak 200 orang dan kereta api Bpenumpangnya berjumlah 2000 orang.

Anda berdiri tepat didepan tuas yang dimana tuas tersebut adalah berfungsi untuk memindahkan jalur kereta api ke jalur persimpangan. Jika tuas A yang ditarik, makakereta api A yang akan masuk ke jalur persimpangan. Dan jika tuas B yang ditarik maka kereta api B yang akan masuk ke jalur persimpangan.

Namun sayangnya jalur persimpangan tersebut sudah rusak dan jika ada kereta api yang masuk ke jalur persimpangan tersebut akan menyebabkan kereta api terbalik dan keluar dari jalur.

Anda hanya bisa memindahkan salahsatu kereta api saja ke jalur tersebut. Jika salahsatu kereta api tidak diarahkan ke jalur persimpangan yang rusak tersebut oleh tuas yang berada di depan anda, maka kereta api tersebut akan tabrakan telak. Mana tuas yang akan anda tarik tuas A atau tuas B ?.

KASUS 2.

Masih kasus di rel kereta api. Namun sekarang kasusnya berbeda.

Saat ini anda sedang berada di depan tuas untuk memindahkan jalur kereta api. Masalahnya adalah pada jalur utama ada 5 orang yang terikat dan 100% akan tertabrak oleh kereta api, dan pada jalur kedua ada 1 orang yang terikat dengan 0% resiko tertabrak oleh kereta api tersebut.

Jika anda tidak menarik tuas tersebut, maka 5 orang yang terikat tersebut akan tertabrak kereta api, dan jika anda menarik tuas yang berada di depan anda, maka kereta akan pindah ke jalur kedua dan menabrak 1 orang yang sama terikat pada rel kereta api tersebut.

Anda tidak punya kesempatan untuk membuka tali ikatan. Jika anda mencoba untuk membuka ikatan, maka anda akan tertabrak juga.

Apa yang akan anda lakukan?.

Sudahkan anda memilih apa yang akan anda lakukan jika anda berada pada kondisi tersebut? bisa jelaskan kenapa anda memilih melakukan hal tersebut? silahkan masukan di komentar.

Sekarang kita kembali lagi ke masalah Demokrasi. Mungkin anda bertanya kepada saya mengapa saya mengambil ilustrasi logika menggunakan kasus diatas sebagai contoh. ya, karena ini menyangkut voting yang dilakukan.

Saya belum lama berorganisasi, ya dari smp – sma – hingga kuliah dan hingga sekarang, kalu digabungkan kurang lebih saya sudah 13 tahun saya berorganisasi baik formal maupun non formal.
Yang saya ketahui tentang dilaksanakannya metode voting adalah karena gagalnya proses lobi dari satu pihak untuk meyakinkan pihak lainnya bahwa opsinya lebih bagus banyak manfaatnya daripada keburukannya.

Ya mereka gagal untuk meyakinkan anggota rapat paripurna lainnya dan tidak bisa menunjukan dan menjamin bahwa opsi yang diusungnya adalah lebih baik. apalagi kalau mereka melakukan walk out. mau disebut berjuang seperti apa?. jangan merasa ketua umumnya adalah Presiden sekarang yang bisa mengeluarkan PERPU.

Sekarang kita kembali dulu ke dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. sila ke-4 adalah “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Pada sila ke-4 tersebut adakata permusyawaratan yang atinya secara luas adalah mengutamajan musyawarah untuk mengambil keputusan yang lebih baik.

Untuk lebih jelasnya saya lampirkan butir-butir sila ke-4

  1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Silahkan pahami butir-butir tersebut. saya tidak akan menjelaskannya secara panjang lebar. karena kalau saya yang menjelaskan, mamti versinya akan berbeda dan hasilnya adalah versi menurut saya. Untuk hal ini silahkan anda pahami agari kita bisa mendiskusikannnya.

Mengapa Bertopeng Demokrasi

Kita kembali lagi ke momen pas waktu PILPRES 2014. Saya menyaksikan berita langsung dari salah satu TV nasional dibawah manajemen Trans Corp. Di daera papua yang lokasinya terpencil ada peristiwa yang sangat miris bagi Indonesia. Kenapa saya menyebutnya miris?
Bagaimana tidak miris masyarakat disana sedang melakukan pemilihan presiden di hari H mereka benar mengetahui nama calon presiden dan wakilnya. Namun pada saat wartawan menunjukan salahsatu foto pasangan calon ke warga disana, mereka tidak tahu siapa nama orang yang di foto tersebut. malah mereka menebak-nebak. Tidak ada yang yakin dari mereka yang menjawab siapa yang ada dalam foto tersebut.
Saya akan setiju PILKADA dilakukan DPRD Jika
  • Anggota yang mempunyai suara merupakan para ahli politik dan tata negara.
  • Tidak ada konspirasi atau lobi dari para calon.
  • Bijaksana dalam memilih berdasarkan kemampuan dan kriteria calon.
  • Jujur dan Transparan pada proses.
Saya akan setuju PILKADA dilakukan langsung oleh Masyarakat Jika
  • Masyarakat menilai calon berdasarkan kemampuan dan kriteria yang dibutuhkan.
  • Modal kampanye tidak menggunakan uang pribadi calon tersebut
  • Parpol dan tim sukses mengenalkan calonnya saja. Tidak memaksa masyarakat untuk memilih calonnya dengan cara apapun, sehingga menjadi kediktatoran yang bertopeng demokrasi
  • Jujur dan transparan pada proses
Itu saja. tidak ada yang lebih yang saya inginkan sebagai masyarakat. tidak usah sebanyak 10 perubahan yang dijadikan persyaratan.
Kalau kita lihat dari 2 kasus yang saya ilustrasikan diatas setiap jalan yang dipilih pasti ada yang dikorbankan, namun apakah yang lebih baik. Kepentingan orang banyak harus menjadi mayoritas kepentingan segelintir orang yang menjadi minoritas. Namun jangan sampai melupakan kaum minoritas yang tanpa kita sadari mereka menjadi penyelamat kaum minoritas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here